Yogyakarta: Tahun Pertama

"Apa kabar? Bagaimana kehidupan di Jogja?"

Dua pertanyaan tersebut terdengar wajar untuk ditanyakan kepadaku, tetapi entah bagaimana menjadi pertanyaan yang paling sulit kujawab. Aku pertama kali datang ke Jogja untuk merantau sekitar lima bulan yang lalu, tepatnya pada 7 Oktober 2021. Meski baru seumur jagung, ada banyak hal yang telah terjadi selama aku di sini. Aku bingung harus menjelaskannya dari mana. 

Pertama, aku sudah pindah kost sebanyak empat kali dan ini adalah kost ke-5 ku. Orang-orang yang mendengar ini pasti langsung menanyaiku alasannya. Kenapa bisa sampai empat kali? Memangnya apa yang salah dengan kost-kost sebelumnya? Menurutku wajar saja mereka penasaran, tapi aku enggan untuk menjelaskan kronologinya dengan detail karena cukup rumit dan akan sangat melelahkan.

Kedua, materi yang kupelajari selama dua semester ini kurang lebihnya sesuai dengan apa yang aku impikan sejak dulu. Aku juga mendapatkan pengalaman-pengalaman baru dengan bergabung sebagai crew di beberapa syutingan. Tapi, sejak datang ke sini dan bertemu dengan teman-teman satu prodiku yang lebih berpengalaman dan memiliki keahlian di bidangnya masing-masing, aku semakin merasa kecil. Just a speck of dust within the galaxy, kalau kata Adam Levine di lagunya yang berjudul 'Lost Stars'. Lagu yang pernah menjadi kesukaanku. Bukannya menjadi semakin terpacu untuk terus belajar dan berkembang, aku justru semakin takut dan kehilangan arah. Akan mengambil fokus di bidang apa aku nanti? Pekerjaan seperti apa yang akan aku lakukan setelah lulus? Apa aku bisa memenuhi harapan kedua orang tuaku? Atau aku hanya akan mengecewakan mereka?

Ketiga, pertemanan. I feel like I don't belong anywhere. Pada dasarnya, aku memang cenderung sulit akrab dengan orang baru. Aku kesulitan memulai sebuah obrolan dan sering kali merasa canggung. Awalnya, aku masih lumayan bisa bergaul dan beradaptasi berkat salah seorang temanku. Dia yang mengenalkanku dengan teman-teman yang lain (thanks to her). Sampai di acara ulang tahun salah satu temanku yang lain, aku mencapai batasanku. Hari itu benar-benar ramai, mulai dari teman-teman satu prodiku dan bahkan kakak tingkat juga hadir di sana. Semua orang membentuk lingkaran kecil dan mengobrol. Aku sempat mengobrol dengan teman yang cukup dekat denganku, tapi kemudian dia izin pulang duluan. Temanku yang lain juga sempat membuka topik obrolan denganku, tapi tidak berlangsung lama. Aku pun duduk sendirian di tengah-tengah mereka. Aku panik, perutku mual. Rasanya ingin segera pulang karena seperti hanya ragaku yang ada di sana, jiwaku entah ke mana.

Seiring berjalannya waktu, aku menemukan teman-teman yang membuatku merasa nyaman. Kami sering pergi bersama dan menjadi dekat. Tapi, entah kenapa, aku belum bisa sepenuhnya terbuka. Terkadang merasa sungkan untuk meminta bantuan dan menunjukkan sisi 'terpuruk'-ku kepada mereka. Takut mereka pergi karena lelah menghadapi sisiku yang seperti itu. Aku tidak punya siapa-siapa lagi di sini. Namun, tentu saja aku tetap merasa bersyukur karena mereka teman yang baik dan sering menolongku.

Keempat, aku menjadi lebih sering menangis. Sebelum berangkat ke Jogja, teman dekatku di SMP menceritakan tentang temannya yang menangis setiap hari setelah merantau. Saat itu aku tidak mengerti, tapi sekarang aku bisa memahaminya. Kesepian dan merasa tidak punya siapa-siapa yang bisa diandalkan sering kali menjadi alasan di balik semua tangisan itu. Merantau juga membuatku terpaksa menyadari satu hal: aku bukan anak-anak lagi. Aku sudah mulai memasuki kehidupan manusia dewasa. And it scares me. A lot. Saat menulis ini pun mataku masih bengkak karena sebelumnya habis menangis selama kurang lebih satu jam...

Jogja kota yang menyenangkan, juga tempat hal-hal menyedihkan berasal. Entah cerita seperti apa lagi yang menantiku di kota ini. Semoga ia berbaik hati kepadaku.

Komentar

  1. huwaaa ndaa. semangat terus ya melewati jalan baru yang mau gamau harus di lewatin. semogaa banyak cerita baik dan menyenangkan yang membuat lo lebih seneng dan nyaman di jogja dan selama kuliah. Selalu terdengar keren, rumit, bingungin tapi akhirnya bisa sedikit dipahamin tiap denger cerita orang lain. thx to share gmn cara lo liat dunia lo disana din. peluk ;)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memori Baik dari Masa Putih Abu-Abu

September 2002: Dunia Menyambut Kelahirannya

Am I Good Enough?