Kenangan dari Masa Kecil: yang Patah Tumbuh
Tidak
banyak kenangan yang aku ingat dari masa TK, tetapi ada satu kejadian yang
tidak akan pernah bisa kulupakan. Waktu kegiatan belajar sedang berlangsung,
ada satu orang tetanggaku yang tiba-tiba datang ke kelas. Setelah tetanggaku
tersebut berbicara sebentar dengan guru yang sedang mengajar, aku dipanggil dan
diminta untuk merapikan alat tulis. Aku harus pulang. Ayah mengalami
kecelakaan, katanya. Aku diantar ke tempat Ayah dirawat. Di sana sudah ada Mama
yang tengah duduk di samping Ayah dengan mata sembabnya.
Ayah
tersenyum padaku dengan gigi depannya yang patah. Saat itu aku tidak mengerti,
mengapa aku malah merasa sedih melihat senyum beliau hari itu?
Kemudian
aku tahu bahwa kaki Ayah patah tulang. Aku tidak pernah melihat Ayah terbaring
lemah seperti itu sebelumnya. Dadaku rasanya sesak. Aku sangat ingin menangis,
namun tidak kulakukan. Aku yang saat itu masih berusia enam tahun berusaha
menahan air mataku agar tidak jatuh karena tidak mau keduanya melihatku sedih.
Selama
beberapa bulan aku dan Mama selalu mengunjungi Ayah setiap harinya. Mama
menjemputku dari sekolah dan kami naik metromini menuju tempat Ayah dirawat.
Setiap kali sedang berada di metromini, aku menjadi sangat was-was dan sedikit
takut. Takut kalau-kalau ada orang yang berniat jahat terhadapku dan Mama. Jika
dipikir-pikir lagi, bagaimana Mama bisa seberani itu?
Karena
Ayah tidak dirawat di rumah sakit, melainkan di tempat rehabilitasi khusus
pasien patah tulang, selama beberapa bulan itu aku banyak menyaksikan
korban-korban kecelakaan yang mengalami berbagai macam patah tulang. Bahkan,
ada pasien yang dibawa dengan keadaan tempurung lututnya bergeser. Aku tidak
terlalu ingat apakah aku melihatnya secara langsung atau hanya mendengar dari
cerita orang lain, namun membayangkannya saja sudah benar-benar membuatku
ngilu.
Berhubung
Ayah dirawat cukup lama, Ayah menjadi dekat dengan pasien-pasien yang lain. Aku
juga hampir selalu makan bubur ayam setiap kali datang ke sana, sekalian
membelikannya untuk Ayah yang giginya masih sulit untuk mengunyah saat itu.
Setelah
sembuh Ayah diperbolehkan pulang. Tapi, Ayah belum sepenuhnya pulih. Ayah masih
harus memakai kruk untuk membantunya berjalan. Bagaimana pun, itu tetap jauh
lebih baik daripada kondisi sebelumnya. Bahkan, awalnya untuk berjalan ke kamar
mandi saja tidak sanggup. Dengan telaten, Mama selalu mengelap badan Ayah
dengan handuk basah sebagai pengganti mandi.
Beberapa
tahun setelahnya, Ayah kembali mengalami kecelakaan motor. Meski tidak separah
sebelumnya, Ayah tetap harus dibawa ke rumah sakit. Kalau mengingat lagi semua
kejadian tersebut, aku benar-benar merasa salut dengan diriku yang saat itu
masih berusia enam tahun. Bagaimana bisa anak enam tahun berpikiran untuk
menjadi kuat demi kedua orang tuanya? Aku juga salut dengan kesabaran Mama
mengurus Ayah yang sakit, serta Ayah yang tabah menerima keadannya. Aku yakin
keduanya mengalami kesulitan saat itu. Anak-anaknya masih terlalu kecil untuk
mengerti.
Seiring aku tumbuh, aku mulai bisa menerima kenangan pahit semacam itu sebagai bagian dari perjalanan hidupku. Dari kenangan-kenangan pahit itu pula aku belajar bahwa masa lalu tidak melulu tentang hal-hal yang baik. Dan itu, tidak apa-apa.
Bacanyaa kayak ada rasa apa yaa bingung bangga dan kayak hangat bangett .. gw sebagai temen lo dan kenal sosok lo yang ini rasanya seneng bgt.. gw yakin besok lo bakal jadi sosok yang kuat banget din . Bacanya kayak baca diary orang tapi beneran menggunggah bgt. ����
BalasHapus-ita
❤️
Hapuswaw this onee, gw inget bacaa ini jadi kayak nonton film keluarga dengan POV lo . rasanyaa keren ngebayangin seorang anak gak nangis dan nahan sakit dileher buat gak nangis... jadi pen nangisss wkwkw
BalasHapuswkwkwk boleh jugaa
Hapus