Yang Ikut Hilang Seiring Beranjak Dewasa
Jika
dibaca dari judulnya, terkesan seperti usiaku setidaknya sudah menginjak kepala
dua, bukan? Padahal ketika menulis ini usiaku baru 17 tahun 9 bulan. Masih
terbilang remaja memang, tapi bisa dibilang aku sedang berada dalam fase
beranjak dewasa ini. Pandanganku juga mulai berubah terhadap beberapa hal.
Karena
penasaran, beberapa waktu lalu aku mencoba menanyakan pertanyaan ini kepada
teman-temanku: “Apa yang ikut hilang
seiring kalian beranjak dewasa?”
Berikut
beberapa jawaban dari mereka:
Dulu sangat meng-idolize orang tua sendiri, tapi sadar
kalau semua orang mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Aku
sendiri dulu berkeinginan memiliki pasangan yang sifatnya seperti Ayah. Bagiku,
beliau sangat baik. Suka tiba-tiba membelikanku makanan saat aku sedang
merajuk, hampir semua kemauanku beliau turuti, dan lain sebagainya. Tetapi
seiring aku tumbuh, aku mulai melihat sisi yang tidak kusukai dari Ayah. Aku
sempat merasa kecewa karena ternyata sosok yang kukagumi itu tidak sepenuhnya
sesuai dengan ekspektasiku selama ini. Untungnya aku sadar, memang tidak ada
manusia yang sempurna di dunia ini. Orang tua juga manusia biasa.
Brain.
Lebih
tepatnya persis seperti apa yang dikatakan Aristoteles, "The more you know, the more you realize you
don't know.” Semakin luas pengetahuan seseorang, semakin mereka sadar kalau
ternyata ada banyak hal di dunia ini yang tidak mereka ketahui. Contohnya,
ketika masih duduk di bangku SD, aku sangat menyukai mata pelajaran matematika.
Aku merasa percaya diri dan cukup menguasai mata pelajaran itu. Puncaknya
ketika nilai matematikaku pada Ujian Nasional mendapakan nilai seratus.
“Wah, aku kok pinter banget?” Pikirku
saat itu. Lanjut di SMP dan SMA, perlahan aku mulai merasa kesulitan dan sadar
kalau ternyata aku ini tidak tahu apa-apa. Bidang ilmu matematika jauh lebih
luas dari bayanganku. Tapi, tidak jadi masalah. Walaupun otakku sulit untuk
mencerna matematika, bukan berarti aku bodoh total. Hanya saja itu bukanlah
bidangku.
Gigi susu, cita-cita yang tidak
rasional, keakraban dengan para sepupu.
Gigi
susu. Ah, iya. Ada kenangan tentang gigi susu yang kalau aku ingat-ingat
membuatku ingin menepuk keningku sendiri. Bisa-bisanya dulu aku percaya dengan
mitos yang entah asalnya dari mana. Kalau gigi atas yang lepas, buangnya ke
bawah. Kalau gigi bawah yang lepas, buangnya ke atas. Soalnya kalau gigi atas
yang lepas tapi kalian membuangnya ke atas, maka nanti gigi kalian akan tumbuh
ke atas. Bingung? Sama. Mau dicerna bagaimanapun juga, tetap sangat tidak masuk
akal, kan? Setelah semua gigi susu lepas dan berganti menjadi gigi tetap, aku
menjadi lebih hati-hati karena takut apabila kenapa-kenapa sudah tidak akan
tumbuh lagi.
Cita-citaku
sejak kecil sering kali berubah. Aku pernah bercita-cita menjadi guru, dokter,
arsitek, fashion designer, penulis
novel, psikolog, kriminolog, criminal
profiler, intel BIN, dan yang terakhir sutradara. Begitu acak
bidang-bidangnya. Memilih cita-cita sudah seperti memilih permen, semudah itu.
Semakin ke sini aku menjadi lebih paham kalau cita-cita tidak hanya perkara aku
suka atau tidak, tetapi juga soal apakah aku mampu, bagaimana prospek
pekerjaannya, juga faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi.
Keakraban
dengan para sepupu menjadi salah satu hal yang paling terasa memudarnya seiring
diriku beranjak dewasa. Suatu waktu aku pernah membuka album foto lama. Aku
menemukan beberapa fotoku dengan para sepupu saat kami semua masih kecil.
Sepertinya saat itu umurku masih satu digit angka. Di foto itu kami terlihat
sangat akrab. Sekarang? Entahlah, saat kumpul keluarga saja rasanya sangat
canggung untuk sekadar basa-basi. Bahkan, ada satu sepupu yang aku sudah tidak
pernah bertemu dengannya lagi selama bertahun-tahun. Sepupu yang paling dekat
denganku usianya lima tahun di bawahku. Perempuan. Itu pun mungkin karena dia
sudah mulai tumbuh menjadi remaja, dia mulai bersikap malu-malu terhadapku.
Akhir-akhir ini aku mencoba untuk kembali mendekatinya. Aku menginap di
rumahnya dan berencana mengajaknya jalan-jalan. Aku tidak mau dia merasa jauh
dengan keluarga besarnya persis seperti apa yang selama ini kurasakan. Karena
aku anak bungsu dan dia anak tunggal, aku sudah menganggapnya seperti adikku
sendiri.
Orang-orang yang disayang.
Orang-orang di sekitar kita. Kita
bertambah dewasa, mereka juga semakin dekat dengan yang namanya 'hilang.'
Interpretasiku
terhadap pernyataan hilang yang disebut di atas adalah kematian. Aku sendiri
baru satu kali merasakan kehilangan keluarga dekat, yaitu ibu dari Ayah. Aku
bersyukur keluarga intiku masih lengkap, teman-temanku pun sehat. Aku hanya
pernah beberapa kali menyaksikan orang-orang di sekitarku yang kehilangan
orang-orang terdekatnya. Entah ibu, ayah, atau teman dekat mereka. Setiap kali
aku berada di situasi itu, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Yang
kutahu, mau dihibur seperti apa pun, itu tidak bisa mengisi kekosongan di hati
mereka. Kehilangan tidak pernah semudah itu. Jadi, biasanya yang kulakukan
hanyalah mendoakan mereka agar dikuatkan dan bisa ikhlas menerima semuanya.
Juga sedikit kata-kata penyemangat dan keturutberdukaanku.
Hasrat bermain PS.
Karena
aku tidak bermain PS, aku menjadi tidak begitu paham dan relate dengan jawaban tersebut. Tetapi jika konteksnya diubah
menjadi hobi, aku cukup mengerti. Dulu, aku termasuk anak yang memiliki banyak
hobi. Membaca novel, menggambar, fangirling,
menulis cerita, menonton drama, dan lain-lain. Lama-kelamaan aku menjadi
kehilangan hasrat untuk melakukan hal-hal tersebut. Hanya beberapa yang masih
sering aku lakukan sampai sekarang.
Aku
telah menyukai K-Pop sejak kelas 3 SD. 2011. Hampir setiap hari aku selalu
mencari tahu berita terbaru dari idolaku, menonton video-video mereka, juga
mendengar lagu-lagunya. Tetapi sejak aku SMA, yaitu pertengahan 2018, aku mulai
kehilangan minat terhadap semua itu. Sesekali masih kulakukan, namun
intensitasnya berkurang drastis. Karena di tahun itu dan tahun-tahun setelahnya
aku menjadi lebih disibukkan dengan kegiatan-kegiatan dan tugas sekolah.
Apabila ada waktu senggang, aku lebih memilih untuk melakukan hal lain ataupun
sekadar berleha-leha.
Uang saku.
Tabungan banyak.
Sebenarnya
uang saku tidak berkurang dan justru ditambah. Tetapi, kebutuhan juga semakin
bertambah. Karena keduanya berbanding lurus, aku menjadi sering merasa uang
sakuku sedikit dan tabungan menipis. Dulu, aku bahkan bisa membeli sepeda
dengan tabunganku sendiri walaupun uang sakuku per hari hanya lima ribu rupiah.
Sekarang? Sudahlah.
Mengantuk di jam sembilan.
Aku
sepakat. Aku akan sangat bersyukur apabila bisa mengantuk ketika jam sembilan
malam. Bagaimana tidak, semakin ke sini rasanya menjadi sangat sulit untuk
tidur cepat. Baik karena ada tugas yang
harus segera diselesaikan maupun karena memang tidak bisa tidur. Tengah malam
saja masih sering berselancar di internet mencari teman yang sama-sama belum
tertidur. Meski sudah mencoba memejamkan mata, otak seperti tidak mengizinkanku
beristirahat. Dari hal remeh seperti skenario cerita sampai berbagai kecemasan
akan masa depan menghantui pikiranku. Alhasil baru bisa tertidur satu hingga
dua jam kemudian. Selamat datang, mata pandaku!
Wajah shining, shimmering, splendid.
Kalau
yang satu ini sepertinya tidak semua orang mengalaminya. Sayangnya, itu terjadi
kepadaku. Rindu rasanya bersiap tidur tanpa harus memikirkan skin care routine terlebih dahulu. Akan
tetapi, aku sudah mulai terbiasa dan menikmati rutinitasku sebelum tidur itu.
Aku menganggapnya sebagai bentuk kasih sayang terhadap diriku sendiri.
Kepolosan.
Bicara
kepolosan, tidakkah lingkungan berperan cukup penting? Tidak sengaja mendengar
teman atau orang di sekitar kita membicarakan ini dan itu membuat kita secara
tidak langsung menjadi tahu tentang banyak hal. Menurutku ini punya pengaruh
baik dan buruknya. Terlalu polos juga tidak baik, kan? Orang lain bisa dengan
mudahnya membodohi kita.
Teman, terutama ketika kau
berfokus pada tujuan hidupmu.
Banyak teman.
Lingkaran pertemanan berkurang.
Salah
satu temanku pernah berpendapat bahwa kita harus menormalisasi lost contact. Karena hal itu sangat
biasa terjadi seiring kita tumbuh dewasa. Tidak perlu terbawa perasaan atau
menjadi hal yang membuat sedih. Just move
on, teman lama kita punya lingkaran pertemanan baru, kita pun demikian.
Menurutku
pendapatnya tidaklah salah, namun wajar-wajar saja kalau tiba-tiba kita
merindukan mereka. Apalagi jika dulunya sangat dekat, pasti kita memiliki
banyak kenangan bersama mereka. Yang dulu sering saling menceritakan hal-hal sepele,
sekarang ingin memulai chat saja
harus memikirkannya berkali-kali. Merasa tidak enak, takut mengganggu. Hampir
sudah tidak punya topik pembicaraan lagi karena lingkungan pergaulan yang
berbeda. Kalau mereka ulang tahun, baru lah aku memulai chat untuk memberi ucapan selamat. Kurang lebih seperti itu lah
bagaimana aku perlahan-lahan lebih nyaman dengan lingkaran pertemanan yang baru
dan mulai jauh dengan teman-teman lama. Akan tetapi, masih ada beberapa teman
lama yang tetap dekat denganku sampai saat ini. Walaupun intensitasnya
berkurang, komunikasi tetap berjalan. Sesekali kami juga bertemu.
Pikiran.
Tenang.
Hidup tanpa cemas.
Kebahagiaan di masa kecil yang
tanpa beban.
Tidak
terhindarkan. Semakin dewasa semakin banyak pula beban serta tanggung jawab di
kedua pundak kita. Beriringan dengan itu, perasaan cemas juga turut menunjukkan
eksistensinya. Hidup menuntut kita untuk begini dan begitu. Mulut orang-orang
di sekitar kita juga sering kali menambahkan perasaan cemas tersebut. Kalau
tidak cukup terampil mengelola itu semua, kesehatan mental kita yang menjadi
taruhannya. Dan itu, seperti yang kita semua tahu, teramat fatal.
Berapa
banyak remaja dan orang dewasa di dunia ini yang hidup bahagia?
Ngomong-ngomong,
kalian tahu kan kalau tidak semua orang memiliki masa kecil yang tanpa beban?
Myself. My soul.
Sekitar
satu atau dua tahun yang lalu aku tidak sengaja menemukan sebuah lagu yang
liriknya sangat relate dengan topik
ini. Lagu tersebut berjudul ‘Being An Adult’ yang dinyanyikan oleh penyanyi
asal Korea Selatan, Kim Na Young.
I’ve grown so much taller
But the sky seems so much higher
Everyone tells me I’ve grown
But why am I getting so much smaller?
The kid smiling in the picture
Where is she now?
Becoming an adult
Is it about smiling even when you’re sad?
Aku
bertambah tinggi, tetapi mengapa langit rasanya semakin jauh dari jangkauanku?
Entah ini terdengar aneh atau bagaimana, aku terkadang merasa emosional jika melihat anak kecil tertawa atau sedang asyik bermain dengan teman-temannya. Aku menerka-nerka, akankah tawa itu masih bisa terukir di wajah mereka saat mereka beranjak dewasa nanti?
Tulisan lu, entah kenapa selalu bikin hati adem & mudah dicerna. Walaupun bahas nya ga terus2an soal hal bahagia, rasanya ngobrolin tentang hal buruk yg (pernah) terjadi di kehidupan tuh bikin.. lega. Lega, ternyata yg mengalami ‘ini’ bukan cuma gw. Ternyata semua orang juga struggling, ternyata gw ga sendiri.
BalasHapusgue baru sadar ternyata semua tulisan gue di sini gaada yg bahas hal bahagia:"") makasih banyak, rin!
Hapus❣
BalasHapusmakasihh♥
HapusSumpah ini blog terpanjang yang dari sebelum-sebelumnya din, dan gw rasa ada beberapa hal yang cukup relate di diri gw juga tapi ada beberapa hal juga yang menurut gw seharusnya pandangan kita terhadap sesuatu itu nggak kayak gitu, tapi setiap orang punya ceritanya masing-masing yang bikin pandangannya pun berbeda antara satu sama lain, dan menurut gw, menjadi dewasa itu adalah ketika dimana kita udah harus sadar bahwa kita hanya makhluk biasa yang nggak berdaya tapi tetap harus berusaha untuk hidup bagaimanapun juga, karena kalau kita cuma mengeluh, itu nggak bisa mengubah apapun dalam hidup kita kecuali kita berusaha dan kalau bisa yaa mengenyampingkan keluh kesah itu.
BalasHapusiyaa ini emang tulisan yg paling panjang wkwk. menurut gue ga masalah mengeluh karna emang kadang butuh dikeluarin semua keresahan yg kita rasain, yg penting jangan nyerah.
HapusIh kok gw blom komen si. Udh sering baca perasaan. Iya emg suka bolak balik gtu wkwkw. Diingatkan kembali kalau semua yang hilang emg gak bakal bisa balik ke tempatnya tapi semua rasanya ttp ada ditempat itu. -ita
BalasHapusthankyou udah suka balik ke sini terus, pembaca kesayangan
Hapusyailahh taa, kenapa lo? udah tuaa yaa ampe lupaa wkwkw
Hapuswaww bacanyaa jadii syedihhh. bacaan begini seru bangett. rasanyaa kek dapet jawaban sesutau yang pengen dicurhatin. Karena apaayaaa.. kadang walaupun ada temen pun kitaa mungkin gak akan ceritaa soal hal2 ini gtu kan, yaa kesenggol pun pasti gak terlalu bertahan lamaa akhirnyaa saling mengasihani diri karena udah tua ajaaa wkwkw. gw sendiri sepakat dan percayaa kitaa makin pengen ngehentiin waktu saat kita beranjak dewasa, iyaa dulu emang ditungguin tapi sekarang gak perlu kembali ke masa lalupun gapapa asal waktu berhenti disini. takutt wkwkw. tapi harus optimis harus banget! semangat, love you ndaaa
BalasHapus<3
Hapus