September 2002: Dunia Menyambut Kelahirannya

    


Sembari membilas busa dari sabun cuci muka yang menempel di wajahku, tiba-tiba terlintas di pikiran bahwa dalam hitungan hari, aku akan menginjak usia 22 tahun. Aku segera duduk di meja belajarku, menyalakan laptop, dan memutar sebuah playlist dengan judul "Contemplation Melody" dari aplikasi streaming musik. Kembali kubuka salah satu tulisan yang sudah lama tersimpan sebagai draft di blogku, berjudul "September 2002: Dunia Menyambut Kelahirannya". Sama seperti empat tahun lalu saat aku pertama kali hendak menulisnya, aku masih tidak tahu apa yang harus kutulis. Bukan tidak mempunyai bahan untuk ditulis, tetapi karena saking banyaknya hal-hal yang berenang di pikiranku, aku tidak tahu harus memulainya dari mana. Maka dengan kebuntuan itu, aku mencari contoh pertanyaan-pertanyaan untuk refleksi diri di mesin pencari. Aku akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan memikirkan segala hal yang telah terjadi selama 22 tahun aku hidup.

 "Hal apa yang membuatmu merasa bersyukur?"

Aku merasa bersyukur atas semua hal yang kumiliki saat ini. Kesehatan, kedua orang tua serta kakak yang selalu mendoakan dan mendukung mimpi-mimpiku, dikelilingi orang-orang baik, teman-teman yang telah membersamai di berbagai fase kehidupanku (aku sayang mereka!), kucing oren introvert yang lucu, berkesempatan untuk beberapa kali berkarya selama kuliah, bisa pergi ke tempat-tempat dengan pemandangan indah, mencoba berbagai makanan enak, menonton film dan series bagus, bersenang-senang di pertunjukan musik, dan banyak hal lainnya yang mungkin tidak pernah kusadari selalu kumiliki sejak awal. Namun, aku pun masih belajar untuk bisa merasa 'cukup' dengan semua itu karena di titik-titik terendah dalam hidupku, aku sering kali melupakannya. 

"Hal apa yang kamu rasa membuatmu unik?"

Seseorang pernah menyukaiku dengan alasan karena aku selalu 'ada'. Aku hampir selalu mengiyakan ajakan untuk menemaninya berpergian atau sekadar menjadi tempat bercerita. Aku sempat tidak menyukai alasan ini karena aku menganggap yang ia sukai hanya lah kehadiranku saja, bukan apa adanya aku. Kemudian aku menyadari, bahwa selalu 'ada' merupakan bagian dari diriku juga. Sebuah bahasa cinta yang kuberikan untuk orang-orang yang kusayang, orang-orang yang kusyukuri kehadirannya di hidupku. Justru dengan bisa 'ada' untuk mereka, menjadi suatu kebahagiaan tersendiri untukku. 

"Apa pelajaran terbesar dalam hidupmu?"

Apa yang akan kutulis ini mungkin akan membuatku seolah-olah terlihat seperti seseorang yang religius. Malu untuk mengakui ini, tapi aku belum menjadi seorang hamba yang taat. Terlepas dari itu, aku merasa Tuhan sangat baik. Aku menyaksikan bagaimana Dia mengabulkan satu-persatu doa-doaku, juga tidak mengabulkan doa-doaku yang lainnya karena Dia lebih tahu apa yang memang baik untukku. Butuh waktu yang cukup lama untukku bisa menyadari hal ini, mungkin di masa depan pun masih akan ada saat-saat aku sulit menerimanya.

"Momen paling membahagiakan apa yang kamu alami selama satu tahun terakhir?"

Belum lama ini, aku menonton sebuah pertunjukan musik bersama tiga orang temanku. Salah satu band yang tampil di acara itu adalah Parade Hujan atau yang dulu dikenal sebagai Payung Teduh. Hari itu adalah pertama kalinya aku menonton penampilan mereka secara langsung. Entah kenapa, ketika lagu "Berdua Saja" dibawakan, dengan suasana saat itu, hatiku terasa penuh. Kebahagiaan memenuhi diriku. Lirik dan melodi yang mengalun terdengar seperti segerombolan peri yang datang untuk menutup lubang-lubang di hatiku. Rasanya ingin menghentikan waktu agar selamanya ada di momen itu. 

"Bagaimana kamu ingin diingat oleh orang lain?"

Menerima apresiasi atas pekerjaan dan karya yang kuhasilkan rasanya memang menyenangkan, namun akan jauh lebih menyenangkan ketika orang lain merasa beruntung telah mengenalku di hidup mereka. Aku ingin dikenang sebagai orang yang baik, atau setidaknya, ada hal-hal baik dariku yang bisa bermanfaat untuk orang lain. Ini menjadi sebuah pengingat, bahwa keberadaanku di dunia ini bukanlah suatu hal yang sia-sia.

"Apa momen paling berharga selama satu tahun terakhir?"

Mengikuti program magang di Jakarta pada semester lalu adalah salah satu keputusan tersulit yang pernah kubuat. Bagian tersulitnya yaitu harus meninggalkan Yogyakarta, di mana pada saat yang bersamaan, adalah hal yang sangat kuinginkan sejak lama. Aku tidak bisa menjelaskan alasannya lebih dalam. Pada akhirnya, ini menjadi sebuah keputusan yang baik karena selain mendapatkan pengalaman berharga, orang-orang dan teman-teman yang menyenangkan, aku juga bisa keluar dari zona nyaman yang pada kenyataannya tidak baik untukku. Dari belenggu kesedihan.

"Hal apa saja yang ingin kamu katakan kepada dirimu saat ini?"

Live in the moment. Lupakan segala sedih dan kecewa di masa lalu ataupun kekhawatiran tentang masa depan. Rasakan dengan kesadaran penuh segala yang terjadi saat ini. Kehadiran orang-orang di sekitar. Bisa jadi momen-momen ini lah yang akan dirindukan di masa yang akan datang. Tidak lupa, terima kasih telah mengusahakan agar segalanya tetap berjalan. Terlepas dari apapun keadannya.

Tentu aku mempunyai harapan-harapan di usiaku yang akan genap 22 tahun ini. Semoga hal-hal baik selalu mengiringi setiap langkahku, juga orang-orang yang telah berbuat baik kepadaku.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memori Baik dari Masa Putih Abu-Abu

Am I Good Enough?